Pulau Salura, Akhirnya!

Waktu terasa berjalan lambat saat kami menginjakkan kaki di Pulau Salura. Tidak banyak suara, hanya keheningan. Angin bertiup pelan seiring dengan deburan ombak yang menyapu lembut bibir pantai dan sela sela jari kaki kami. Kami berjalan menyusuri pantai berpasir putih yang lembut, sambil menikmati lukisan Ilahi yang begitu indah…

err.. nggak ding, bukan begitu ceritanya. Begitu kami sampai di Pulau salura, barang barang langsung kami lempar turunkan dari ambulans air dan kami letakkan begitu saja di pinggir pantai. Semua berteriak Riang sambil menyalurkan hasrat narsis masing masing. Kami langsung mengambil puluhan foto dengan berbagai gaya dari berbagai sudut. Pokoknya norak banget, persis orang yang baru pertama kali melihat pantai. Tp siapa sih yang sanggup diam saja melihat Pantai cantik pulau Salura?

Setelah “agak” puas bernarsis ria barulah kami sadar bahwa kami harus menemui kepala kampung terlebih dahulu untuk meminta izin berkunjung. Sayangnya, sang kepala kampung sedang tidak berada ditempat. Sebagai gantinya, kami bertemu dengan sekretaris kampung yang sangat baik dan bersahaja. Kami disambut dengan sangat baik. Bukan dengan sambutan meriah, kalung bunga, maupun tari tarian selamat datang seperti kunjungan pejabat, namun yang kami dapat adalah senyum dan kehangatan layaknya sebuah keluarga. Kami duduk di salah satu teras rumah warga, ditemani oleh bapak sekretaris. Beberapa potong kue wajik dan kopi menemani obrolan ringan kami dengan beliau. Anak anak pulau Salura mengintip obrolan kami dari balik dinding rumah. Mereka tersenyum malu malu saat saya mencoba mengabadikan ekspresi mereka.

Setelah mendapat izin berkunjung dari beliau, kami perlu melakukan sebuah “ritual” selamat datang di Salura. Ritualnya sangat sederhana, setiap orang yang baru pertama kali datang ke salura diwajibkan mengenakan gelang yang terbuat dari daun lontar. Setelah mengenakan gelang daun lontar, kami dibawa ke sebuah sumur air tawar disalah satu sudut pulau. Disumur ini kami diharuskan membasuh muka, setelah itu gelang daun lontar tersebut boleh dibuka. Dengan berakhirnya ritual tersebut, berarti kami sudah resmi diterima di Salura. Horee…. Ohya, Didekat sumur ini terdapat kubur batu yang nampaknya berusia sangat tua. Kubur batu ini tidak cuma tumpukan batu saja, tapi sudah dipotong sedemikian rupa kemudian dipahat berbagai bentuk ukiran. Salah satu ukiran yang bisa saya kenali adalah ukiran kuda.

Untuk akomodasi, kami menumpang menginap di rumah salah satu Kader Posyandu. Sekali lagi kami diterima sangat baik dan penuh kehangatan. Sebagai sambutan kami disuguhkan kopi hangat (lagi) dan di jamu makan siang cumi rebus! yammiii…. Orang salura memang baik banget ya…Setelah makan dan beristirahat sebentar, kami siap menjelajai Pulau Salura! Kali ini saya tidak usah banyak cerita, nih liat aja langsung foto fotonya..

Kampung Salura tepat berada di bibir pantai di timur Pulau Salura dengan jumlah penduduk kurang lebih 600 orang. Sebagian besar nelayan dengan hasil tangkapan utama adalah Cumi. Pokoknya, ingat salura ya ingat Cumi. Mengenai agama, 100% penduduk Salura beragama Islam. Bahkan ada peraturan tidak tertulis menyebutkan bahwa bila non-muslim ingin tinggal lama di Salura, maka harus memeluk agama Islam. Alasannya sederhana, mereka tidak tau cara mengurus jenazah orang non muslim saat orang tersebut meninggal. Selain penduduk asli, Pulau Salura juga di isi oleh penduduk “temporer”. Di saat tertentu, pulau ini lebih ramai dari biasanya karena banyak pendatang dari Sumbawa ( Bima ) yang datang dan mendirikan tenda disekitar pantai. Orang Bima ini datang ke Salura untuk membeli hasil laut dari Salura, terutama Cumi kemudian di bawa ke berbagai daerah di Indonesia.

Dibelakang kampung salura berdiri kokoh perbukitan tandus yang seolah olah menjadi benteng yang menjaga kampung salura dari kejamnya samudra Hindia. Diatas puncak bukit tersebut terdapat bendera indonesia yang berkibar dengan gagahnya. Katanya di puncak tersebut, kita dapat melihat Pulau Salura dan sekitarnya dengan view 360 derajat. Sorenya kami berniat untuk mendaki perbukitan tandus tersebut. Tapi apa daya, baru beberapa meter mendaki, nafas kami sudah ngos ngosan. Yah, umur emang tidak bisa ditipu * lap keringat. Akhirnya kami cukup puas melihat pemandangan Salura dari atas bukit kecil.

Menjelang malam, kami turun dari bukit untuk menyaksikan sunset ajaib yang tenggelam di balik siluet pulau Kotak. Malamnya diisi dengan obrolan santai penuh tawa ceria sampai tengah malam. Sekali lagi kami dihidangkan makan malam cumi yang sangat lezat dan secangkir kopi. Yammi yamii… Malam itu kami tertidur meringkuk dengan “AC” alami yang bertiup dari balik celah kayu. Cuaca Salura di malam hari memang sangat dingin!

Paginya kami berpamitan dengan keluarga kader yang baik hati dan bersiap meninggalkan pulau Salura. Tidak lupa kami membeli cumi Salura yang khas. Harganya? cuma 50 ribu perkg. CUMIIIII!!! Murah banget kaan… Rasanya pengen kami borong tapi mengingat perjalanan kami masih jauh, akhirnya kami cuma membeli 2kg saja. Perlu di ingat, 2 kg itu sama dengan 2 kantong besar loh,Hohohoho…

Dari Salura, kami berencana mampir dahulu di Pulau Mangudu, sebuah pulau kecil tak berpenghuni di sebelah barat Pulau Salura. Namun apa daya, pagi itu air laut sedang surut sehingga kapal tidak bisa keluar dari Pulau. Untuk itu kami harus menunggu sampai air laut naik. Sekitar jam 9 air laut sudah naik, namun kemalangan lain menimpa kami.Kunci Ambulans Air hilang!! Sang motoris lupa menyimpan kunci Ambulans tersebut! Gawat!! Bisa bisa kami batal ke Pulau Mangudu, bahkan yang lebih buruk lagi, kami bisa terjebak di Pulau Salura. Detik berganti menit, Menit berganti jam, Waktu terus berlalu namun kunci tersebut tidak kunjung ditemukan. Dikapal ambulans air tidak ada, di jalan tidak ada, di rumah motorisnya pun tidak ada. Akhirnya sang motoris berinisiatif untuk meminta pertolongan kepada dukun kampung. Haduuuhh, saya tidak menyangka di kampung yang berpenduduk 100% islam masih ada praktek perdukunan. Kami semua pasrah.

Menjelang tengah hari, akhirnya kunci itu di temukan didalam kapal ambulans air!. Selama ini kunci itu memang ada disana. Ada apakah ini? cuma miskomunikasi atau ada maksud tersembunyi yang lain?. Ah sudahlah, yang penting kami bisa kembali ke daratan Sumba.

Siang hari ombak di Samudra Hindia bergejolak dengan hebatnya. Ambulans air yang kami naiki terombang ambing dihantam ombak besar. Kedua tangan saya berpegangan erat pada tiang penyangga Ambulans, saya takut terlempar!. Yang lebih parah lagi, saya takut ambulans air nya terbalik. Suara yang kami dengar hanya suara deru mesin dan deburan ombak. Ya, kami semua terdiam seribu bahasa. Kami tidak sanggup berkata kata, apalagi bercanda ria. Tampak wajah wajah tegang, cemas, namun penuh harap dan doa. Disaat seperti inilah baru terasa betapa kecilnya kita di hadapan Tuhan.

Biasanya perjalanan dari Salura ke Katundu (sumba) hanya memakan waktu kurang dari 45 menit. Namun karena ombak yang besar, kami baru mendarat di Katundu lebih dari setengah jam dari biasanya. Kami baru bisa bernafas lega setelah menginjakkan kaki di pasir Pantai Katundu. Ombak di samudra hindia memang luar biasa, pasti akan kami kenang selalu.Dari katundu kami lanjutkan perjalanan pulang yang sama panjangnya seperti perjalanan saat pergi. Memikirkannya saja membuat saya lemas duluan. Jalan rusak, gelap, dan berkelok kelok sudah menanti kami didepan mata.

Kami mampir untuk beristirahat dan makan siang dahulu di Ngonggi. Sama seperti daerah sumba yang lain, di Ngonggi juga banyak kubur batu loh. Ini dia salah satunya ;

Perjalan pulang ini terasa lebih dekat dibandingkan perjalanan pergi. Walaupun begitu tetap saja terasa sangat melelahkan. Leher, punggung, sampai bokong semua terasa sakit sekali. Dalam perjalanan tidak henti hentinya saya menggigil kedinginan. Udara di perbukitan sumba memang dingin, namun yang saya rasakan ini lebih dingin dari biasanya. Kami sampai waingapu saat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kami berisitirahat sebentar di Taman Kota Waingapu sambil menikmati hidangan ayam bakar.

Besoknya saya baru tau kalau saya terkena malaria. Seharian saya cuma bisa tergolek lemas tidak berdaya. Yap, thanx salura atas “oleh oleh” nya.

15 thoughts on “Pulau Salura, Akhirnya!

  1. Sumba!! damned!! pengen banget kesini #ulik-ulik tanggalan, nyari jadwal ksong. Btw rute denpasar-tambolaka burung tak pernah ingkar janji dah ditutup ya bang kyknya, bingung ke Sumba naik apa lagi slain jalur darat yg lumayan makan waktu T_T

  2. wooww..Indonesia memang luar biasa, sayang pemerintah daerahnya gak punya visi untuk bisa memajukan daerahnya dengan memanfaatkan potensi pariwisata yang luar biasa…

Leave a comment